Layanan Fintech P2P Lending semakin digandrungi banyak orang, terutama bagi mereka yang sedang membutuhkan dana cepat cair untuk keperluan mendadak atau modal usaha.
Hal ini tentunya bisa menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan bagi para pengusaha untuk memanfaatkan momen ini dengan membuat platform P2P Lending. Selain membantu perekonomian masyarakat, layanan pinjam meminjam ini juga membawa manfaat yang cukup besar.
Sayangnya, mendapatkan banyak keuntungan dengan cepat bisa membuat pelaku fintech menjadi buta. Fintech bisa saja melakukan penipuan dengan memanfaatkan peminjam atau nasabah untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara tanpa mengikuti aturan fintech yang telah dibuat oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Hingga awal November 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berhasil menutup 341 akses yang berkedok fintech P2P Lending ilegal atau tidak terdaftar di OJK alias bodong. Hal ini juga terjadi karena banyaknya keluhan dari masyarakat yang merasa resah dan dirugikan oleh fintech.
Dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen atau nasabah, OJK menyediakan fitur-fitur fintech bodoh yang perlu diketahui, antara lain:
1. Identitas Perusahaan Tersamar
Pada umumnya perusahaan yang bergerak di bidang apapun akan terbuka tentang identitas perusahaan agar diketahui banyak orang, mulai dari alamat kantor, nomor telepon dan lain sebagainya. Namun, hal ini berbeda dengan perusahaan yang memiliki niat buruk atau ingin melakukan penipuan.
Penipu mengatasnamakan fintech P2P Lending, pengelola sengaja menyamarkan identitas perusahaan. Tidak hanya itu, penyamaran ini juga dilakukan oleh pegawainya, yaitu mengganti nama asli dengan nama samaran.
Tujuannya untuk menghindari laporan pelanggan ke polisi yang merasa dirugikan atau mencurigai adanya penipuan, sehingga pihak berwajib kesulitan untuk mencari perusahaan tersebut.
2. Kenyamanan yang Tidak Masuk Akal
Perusahaan fintech P2P Lending ilegal selalu menjanjikan kemudahan dalam memberikan layanan pinjaman kepada calon nasabah. Tujuannya tentu saja untuk menarik banyak pelanggan. Misalnya pencairan dana yang diajukan dapat dicairkan dengan sangat cepat, yaitu sekitar 15 menit hingga 30 menit setelah pengajuan permohonan.
Padahal, dalam praktik legal fintech yang sebenarnya, setiap formulir pengajuan yang terdiri dari data calon nasabah akan dicek terlebih dahulu secara detail, mulai dari identitas diri, hingga kelengkapan persyaratan.
3. Salin Data Pelanggan
Selain itu, memberikan akses yang sangat mudah, fintech lending memiliki kelemahan jebakan bahwa fintech ilegal akan menyalin semua nomor ponsel di smartphone setelah pengguna mengunduh aplikasi fintech. Ini tentu saja dapat digunakan sebagai bahan penipuan lainnya.
Jangan khawatir, hal ini tidak akan terjadi pada fintech yang sudah terdaftar di OJK. Oleh karena itu, larangan penyalinan data nasabah sudah tercantum dalam POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan). Jika ada fintech yang melanggar aturan, maka OJK akan mencabut izin fintech tersebut.
4. Bunga Sangat Tinggi
Di fintech ilegal biasanya menerapkan suku bunga yang sangat tinggi mencapai 2% - 3% per hari dan kurangnya transparansi dalam memberikan struktur perhitungan yang rinci.
OJK tidak menetapkan kepentingan fintech pada POJK, namun AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia) telah menerapkan prinsip perlindungan konsumen. Hal ini tentunya sudah disepakati oleh perusahaan fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK.
Prinsipnya, jangka waktu penagihan hanya dapat dilakukan maksimal 90 hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran dengan total biaya tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok. Artinya, jumlah pinjaman dan biaya pokok dijamin tidak bertambah.
5. Penagihan Dilakukan dengan Mengintimidasi
Menurut kode etik atau dokumen tertulis yang mengatur bagaimana prosedur atau perilaku perusahaan, fintech hanya dapat menagih pelanggan selama jam kerja saja, di luar jam tersebut sangat tidak disarankan demi menjaga kenyamanan konsumen. Sedangkan di fintech ilegal, tidak ada jam billing yang ditentukan atau tidak mengenal waktu.
Tak hanya itu, fintech ilegal juga menggunakan nomor ponsel yang ditemukan di kontak pelanggan untuk menagih dengan meneror peminjam. Biasanya pengumpul akan menghubungi orang terdekat pelanggan, seperti ayah, ibu, hingga kerabat.
Lebih Teliti dan Segera Laporkan
Penipu tidak memandang orang yang akan menjadi sasarannya, karena yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana cara mengumpulkan uang yang banyak dengan cepat dan mengambil uang korban.
Oleh karena itu, nasabah harus lebih berhati-hati dalam memilih fintech P2P Lending. Anda bisa mengecek daftar perusahaan fintech lending dan lending yang terdaftar dan berizin OJK di website secara berkala.
Jika ada fintech lending yang mencurigakan atau tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan di POJK, bisa langsung melapor langsung ke Satgas Waspada OJK, yaitu bisa melalui customer service 1500655 atau email waspadainvestasi@ojk.go.id.